Gunung Batur, Kintamani Bali. Sebuah cerita perjuangan menuju puncak. Rasa lelah dan bahkan nyaris kehilangan nafas. Semua berakhir haru biru ketika tiba di puncak ketinggian 1.717 mdpl.

Buat para pendaki profesional yang membaca tulisan ini, mungkin akan tertawa dengan kencang. Segitu doang kok udah ngos ngosan. Iyah, saya bukanlah pejalan yang terlatih dengan jalur puncak gunung yang rumit. Bukan pula traveler sejati yang siap tempur dengan berbagai kondisi cuaca. Hal yang ingin saya ceritakan selain keindahan Gunung Batur adalah bagaimana saya menderita betul selama pendakian 3 jam menuju puncak Batur.
Sekitar jam 8 malam saya dan teman saya Odi berangkat dari Denpasar menuju Kintamani. Melewati jalur kota Bangli, suasana malam itu semakin dingin. Belum lagi rintik hujan yang mulai turun, membuat malam itu semakin tidak bersahabat. Kurang lebih 2 jam perjalanan, tiba juga rupanya kami di loket pendakian Gunung Batur. Tidak ada tanda-tanda pendaki lain yang udah tiba di loket. Suasana hening dengan sesekali musik terdengar dari handphone para guide yang sedang asyik ngobrol.


Badan mulai dingin hingga menusuk ke tulang punggung saya. Kaki juga yang sedari tadi udah dibungkus kaos kaki tidak mau ketinggalan menggigil. Padahal saya udah menggunakan jaket dan celana panjang. Memang malam itu angin lumayan kencang. Alhasil malam itu saya benar-benar kedinginan dan hanya bisa rebahan sebelum jam 2 subuh tiba.
Sementara itu beberapa pendaki lainnya mulai berdatangan ke loket. Kebanyakan dari mereka pelajar dan mahasiswa. Ada yang sempat bercerita juga mereka berasal dari Bali Utara yang sempat tersesat dalam perjalanan ke loket pendakian Gunung Batur. Semoga pulangnya gak tersesat dan tahu arah jalan pulang yah.


Saya semakin bersemangat ketika jam tangan saya menunjukkan pukul 2 pagi. Segera saya berkemas dan teman saya untuk siap mendaki Gunung Batur. Oh yah, saya dan teman saya tidak menggunakan jasa guide/pemandu. Jika ingin menggunakan jasa guide, pendaki diwajibkan membayar sekitar 300-400K. Kalau kalian jago nawar mungkin bisa lebih murah. Dan perjalanan pun dimulai.

Perjalan 30 menit pertama langkah saya masih stabil dan nafas masih teratur. Trek awal yang belum begitu menanjak adalah bebatuan dan tanah liat. Kiri dan kanan rute adalah pohon kayu putih dan tanaman palawija yang menjadi kebun dari penduduk setempat.



Di tengah pendakian menuju Gunung Batur, badan saya mendadak panas dan demam. Saya tidak tahu betul apa yang terjadi. Badan saya keringatan namun masih terasa dingin. Angin malam itu semakin kencang. Saya mencoba mengoleskan penghangat badan namun tetap aja terasa menggigil. Kaki mulai keram dan berat buat mendaki. Fix, saya sakit dan drop. Sambil berjalan melanjutkan pendakian, saya mencoba berpikir bagaimana kalau saya batalkan saja pendakian ini. Saya tidak kuat dan kalau dilanjut mungkin bisa beresiko fatal.
Odi, yang menjadi teman saya satu-satunya mendaki masih memberikan semangat buat saya. Entah berapa puluh kali saya berhenti karena kelelahan. Odi bilang “mungkin tas dan sepatu loe yang berat bang” dan dengan sigap Odi pun bertukar sepatu dengan saya. Kebetulan ukuran kaki kami tidak jauh beda. Kemudian tas saya yang berisi air minum, tripod dan makanan langsung diambil alih Odi. Saya membawa ransel Odi yang tidak seberat tas saya. Done? Tentu tidak, kondisi saya malah semakin tidak terkendali. Setiap kali berjalan 20-30 langkah, saya berhenti dan rebahan di bibir tebing pendakian. Oh Tuhan, kalau sakit kenapa harus sekarang?

Tak disangka dan tak diduga, entah apa kekuatan apa yang datang pagi itu, saya dan Odi tiba di puncak pukul 05.30. Thank’s God I am done!
Tiba di puncak dengan selamat, saya sampai mau nangis. Saya merasa beruntung bisa sampai di puncak mengingat bagaimana kondisi badan saya yang sempat drop namun ternyata membawa kebahagiaan. Kayak drama anak abege banget yah!



Kabut berganti jadi cerah, cerah kemudian mendadak berubah jadi kabut. Angin kencang datang dari segala sisi. Kami pun memutuskan tidak berlama -lama di puncak Batur. Segera bergegas dan sekitar jam 9 pagi kami berangkat turun. Perlu sekitar 1 jam turun ke jalur pendakian Batur.
Anyway, ada gojek loh dari loket menuju setengah jalan jalur pendakian. Harga one way adalah 50K. Silahkan ditawar, siapa tahu bisa lebih murah.


Walau tak dapat Sunrise dengan sempurna, saya tetap senang karena pendakian kali ini menguras tenaga dan melelahkan. Dari situ saya belajar untuk lebih sabar dan tenang.
Kalian punya cerita menarik apa ketika naik gunung? Kasih tahu di bawah!
cumilebay.com
Ini pendakian manja yaaa, ngak begitu tinggi tp ngos2an dan kedinginan.
Gw harus bisa kesini nich
Richo Sinaga
Gak tinggi tp buat lemas manja kak 😀
cumilebay
Apa nya yang lemes ??? mmg diatas kamu ngapain aja ama pasangan mu ampe lemes gitu ??? hahaha
Richo Sinaga
Semua sendi2 kak dan juga hati haha
bersapedahan
wah kalau lagi demam sih ngapa ngapain juga ga enak … apalagi harus mendaki gunung .. ga kebayang deh …. anyway .. pemandangannya kerennn
Richo Sinaga
Untung sampai di puncak gemilang cahaya haha
fanny fristhika nila
gila, pemandangannya cantiiiik abisss mas ;).. Mendaki gunung itu terlihat mudah, tp ternyata memang susah apalagi kalo bdn ga terlatih yaa… dulu aku prnh pacaran ama pendaki gunung pro yg udah naklukin 7 summits , dan dr ceritanya aja udh bikin bdn kyk serem duluan :D.. ga mungkin sanggublah kalo aku… secara ya, naik ke puncak sikunir dieng yg ga ada apa2nya aja, aku sempet mw pingsan mas ;p.. apalagi disuruh naik 7 gunung tertinggi td ;p… itu latihan fisiknya aja ga main2… blm lagi ngadapin badai salju kyk waktu di everest… lgs mengkeret 😀
walopun aku lbh suka gunung drpd pantai, tapi ttp sadar ama kemampuan dirilah… 😀
Richo Sinaga
Thank you mba….
Iyah harus latihan fisik betul2 deh sebelum mendaki. Yuk mendaki!
Travelling Addict
Kalo gunung benaran sih belum ada pengalaman, tapi kalo naik “gunung” lain mah jangan tanya #eh gimana – gimana
Richo Sinaga
Ayo coba yg beneran asik juga kok. Lah yg gunung itu juga kan asik kok haha *Ditimpuk
Frutablend
Jadi pengen naik gunung, tapi gak ada temen,,,
Richo Sinaga
Coba diajak tetangganya yes 😀
Lenny
Pengen naik gunung……dalam mimpi :p
#jompo
Tar yah someday.. bukit aja dulu.. 🙂
Richo Sinaga
Yuk aku gendong kamuh 😀
ndgBlog
Sejuk sekali pasti disitu ya, cocok untuk tempat merenung di gunung
Richo Sinaga
Merenung kenangan2 bersama dia…. BISA!!!! 😀
Anisa AE - Wisata Malang
Dari dulu aku pingin mendaki, tapi belum keturutan juga sampe jadi emak ….
Richo Sinaga
Hayooo dicoba, kak
Mesra Berkelana
wikks bantur bagus juga, lama gak tanjak-tanjak jadi pengen nanjak. Sbnernya sih bukan masalah tinggi atau enggaknya sih Mas, yg penting berani nyobanya ituloh 😀
Richo Sinaga
((berani nyoba)) yes!
Riza Alhusna
Saya malah seumur hidup belom pernah naik gunung beneran. Yang dinamakan naik gunung buat saya adalah main ke Bromo -__-‘
Richo Sinaga
Bromo jg buat lelah jd good job lah haha
Rifqy Faiza Rahman
Saya penasaran ke sini, Mas 🙂
richo traveling
Saya juga pengen lagi sih. Moga gak kapok haha
iwan
pernah ngalamin kayak yang mas richo alamin waktu pas ke sindoro jaman SMA dulu … cuma dari situ jadi keinget terus sampai sekarang kalo tiap naik gunung bener2 siapin semua muanya … anyway gn. Batur view nya keceeh juga ya mas
richo traveling
Mungkin karena udah lama gak mendaki, berasa pede di awal eh tahunya fisik gak sekuat itu yah 🙁
Gunung Kembang
sudah ada yang pernah ke gunung kembang , anak gunung sindoro jawa tengah ?
richo traveling
Belum eui, pengen deh tapi ingat umur dan tulang makin ciut haha